Feminisme bukan tentang membuat perempuan lebih kuat. Perempuan sudah kuat. Ini tentang mengubah cara dunia memandang kekuatan itu. – G.D. Anderson
Tapi alih-alih berbicara tentang gender, sebagai seorang perempuan saya sangat berterima kasih atas jasa besar RA Kartini dan Tokoh-tokoh Perempuan lainnya yang telah memperjuangkan hak-hak perempuan dalam mendobrak ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan. Tidak hanya Kartini, pergerakan pemberdayaan juga dilakukan oleh Rohana Kudus, perempuan Minangkabau yang telah menjadi pahlawan bagi kaum perempuan untuk mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama dalam berkarya, memperoleh pendidikan yang tinggi dan ruang gerak yang luas. Sehingga perempuan mampu memperkuat citra dan kedudukannya dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan. Kendatipun, belum sepenuhnya mampu terlepas dari belenggu budaya patriarki yang mengakar hingga menepis berbagai stigmatisasi negatif yang telah menempatkan kaum perempuan pada kondisi yang serba salah. Terutama pada golongan perempuan yang telah menikah.
Kita semua setuju bahwa perempuan itu hebat dan luar biasa, bukan ? Di balik raga yang feminim ada beragam macam pemikiran maskulin yang mampu dilahirkan.
Namun, kenapa pernikahan membuat beberapa perempuan malah kehilangan pesona dan jati dirinya ? Dan sebagian lainnya merasa nyaman untuk menjadi pengekor ketimbang pelopor tanpa peduli akan dampak atas apa yang telah dilakukan.
Memang benar, dengan kondisi dan lingkungan yang berbeda-beda tidak semua perempuan memiliki mental dan kesempatan yang sama. Tapi, bukankah menjadi perempuan yang mampu sukses sebagai seorang istri, ibu dan juga sebagai individu atau manusia adalah impian kita semua?
Dalam kutipannya, Kartini menyebutkan bahwa :Banyak emansipasi wanita bukanlah untuk persamaan derajat, emansipasi adalah pembuktian diri yang seimbang, antara raga yang tangguh, namun hati senantiasa patuh. Emansipasi ada penerimaan. Penerimaan diri bahwa setiap tempat ada empu yang dikodratkan dan dipantaskan.
Sudah semestinya perempuan harus tetap memiliki impian dan cita-cita, meski telah menikah. Perempuan harus paham apa prioritas hidupnya, apa saja hal yang harus dilakukan dan apa saja impian serta tujuan hidup yang hendak dicapai.
Kendatipun harus menjadi ibu rumah tangga, perempuan harus bisa mengaktualiasasi diri kembali dalam menjalani kehidupan yang lebih baik tanpa harus meninggalkan peran dan tanggung jawab serta qodratinya baik sebagai seorang istri maupun sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya.
Sederhananya, dengan aktualisasi diri, perempuan mampu merealisasikan potensi dan kemampuan diri untuk menggapai apa yang diinginkan tanpa harus melanggar tanggung jawab dan nilai-nilai tata krama serta norma-norma kesantunan yang berlaku di masyarakat.
Pertanyaannya adalah bagaimana bisa kita mampu mengaktualisasi diri setelah menjalani kehidupan yang melelahkan sebagai ibu rumah tangga ?
Dalam tulisan ini saya akan membagikan secercah kisah perempuan-perempuan yang sukses dalam menjalani perannya serta mampu menginspirasi banyak perempuan di Bumi Lancang Kuning ini. Berharap dari sepenggal kisah mereka mampu menjadi pemantik semangat kita sebagai kaum perempuan untuk bangkit menjadi manusia yang lebih berdaya.
1. MEYLA SUHENDRA
Salah satunya adalah keberhasilannya mendapatkan berbagai program beasiswa study
atas prestasinya yang gemilang, mulai dari beasiswa Tanoto Foundation hingga
LPDP. Bahkan untuk melanjutkan pendidikan doctoral, Meyla kembali mendapatkan beasiswa
kolaborasi antara LPDP bersama Kementerian Pendidikan dalam skema Beasiswa Pendidikan
Indonesia atau BPI. Dengan prestasinya tersebut tak salah jika Meyla mendapat
penghargaan yang mengagumkan oleh Yayasan Mata Garuda Institut.
Dedikasinya
dalam dunia pendidikan adalah wujud atas impiannya sejak kecil untuk menjadi
seorang pendidik. Baginya pendidikan dan perempuan adalah satu kesatuan yang
tidak boleh dipisahkan. Meski tidak gampang dan butuh perjuangan bagi perempuan
untuk mengenyam pendidikan tinggi, tak lantas menyurutkan semangatnya untuk
meraih pendidikan setinggi-tingginya. Kecintaannya akan pendidikan
menjadikannya untuk turut aktif di berbagai kegiatan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, berharap ilmu yang sudah didapatkannya mampu memberikan
kontribusi bagi pembangunan bangsa.
Namun
sebagai perempuan, Meyla pun pernah mengalami bias gender dari lingkungan
terdekat yakni keluarga yang sempat menghentikan gerak langkahnya. Belum lagi
berbagai macam stigma-stigma negatif yang ditujukan padanya, cukup membuat
mentalnya sedikit terpukul. Namun tak perlu waktu lama baginya untuk kembali
menyadari tentang tujuan atas cita-cita dan impiannya tersebut. Sehingga ia
memutuskan untuk terus fokus berada dijalannya dengan membangun mental,
kemandirian dan rasa percaya diri yang kuat.
Pendidikan
yang tinggi juga tak lantas membuatnya lupa akan peran dan tanggung jawabnya
sebagai perempuan dalam lingkup keluarga. Baginya menjaga keseimbangan keluarga
adalah prioritas utama. Oleh karenanya, Meyla terus belajar untuk bisa mengatur
waktu, baik sebagai istri, ibu rumah tangga maupun sebagai pendidik. Sangat melelahkan
memang tapi ia menikmatinya. Tak lupa baginya untuk selalu menyisihkan sedikit
waktu untuk dirinya sendiri sebagai rasa terima kasih karena telah menjadi
perempuan tangguh dalam lika liku kehidupannya.
2. YULIANTI
Aura
positif bisa memancar dengan sendirinya saat kita bisa menjalani hidup dengan
mencintai diri sendiri seutuhnya. Perempuan yang memiliki positive vibe adalah perempuan yang mampu mengenal dirinya sendiri
dan berani untuk menciptakan kebahagiannya sendiri serta konsisten mencapai apa
yang menjadi goals dalam hidupnya.
Dilahirkan
dan dibesarkan di lingkungan keluarga Batak yang menanamkan nilai-nilai
kemandirian mampu menjadikannya sebagai perempuan yang berkarakter tangguh,
tegas dan memiliki tekad yang kuat. Dirinya mampu mengambil sikap dan siap
untuk menghadapi tantangan apa pun.
Di
era teknologi seperti sekarang ini, banyak wanita yang masih kurang mencintai
diri sendiri dan cenderung menghakimi kekurangan diri tanpa ada keinginan untuk
memperbaiki kekurangannya. Sebaliknya, ibu muda dari empat anak ini mampu
membuktikan bahwa perempuan yang sukses mencintai dirinya akan mampu melakukan
apapun keinginan yang menjadi impiannya dengan mental dan rasa percaya diri
yang tinggi. Dirinya pun tidak menampik bahwa pendidikan itu juga sangatlah
penting. Sebab pertumbuhan serta pembentukan karakter seorang anak dan generasi
penerus bangsa sangat bergantung pada peran ibu di keluarga. Itulah mengapa
dirinya meyakini bahwa perempuan tidak harus berpendidikan tinggi, tapi perempuan
harus berpendidikan dan terdidik.
Dalam
cerita pengalamannya dulu, perempuan yang pernah mengabdikan di bidang
kesehatan ini pernah berada dalam posisi insecurity dan mental yang cukup
terpuruk akibat tubuh yang gendut pasca menikah hingga dirinya sempat menutup
diri. Belum lagi, beberapa bulan pasca menikah, dirinya dihadapkan dengan
pilihan untuk berkarya di rumah saja. Sebuah keputusan yang berat bagi dirinya.
Meskipun tidak mudah namun dirinya mampu
mengupayakan yang terbaik dalam mengaktualisasi dirinya. Hingga akhirnya ia
menemukan cara untuk mengembalikan lagi pesona dirinya.
Tidak hanya sukses dalam bisnis, namun Yulianti juga sukses mencitrakan sosok perempuan yang berkarakter kuat, mandiri, tangguh dan kreatif meski hanya di rumah saja. Kesibukan yang dijalani sebagai ibu rumah tangga yang tak pernah ada habisnya tak membuatnya tenggelam. Bahkan nyinyiran negatif seperti -“kasian ya, udah sekolah tinggi-tinggi malah mainnya didapur aja” atau “Sarjana kok jadi penjual Sarden, apa ga malu ?”- pun tak jadi penghambat semangatnya untuk menjadi perempuan yang bersinar. Dirinya selalu berusaha terus memotivasi diri agar lebih produktif dan berdaya dengan tidak menggantungkan hidupnya pada siapapun kecuali Allah, sang pencipta langit dan bumi.
Rohana
Kudus pernah berkata : “Perputaran zaman
tidak akan pernah membuat wanita menyamai laki-laki. Wanita tetaplah wanita
dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah wanita
harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik. Wanita harus sehat
jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang
kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”.
Demikianlah sepenggal kisah inspiratif dari perempuan-perempuan di Tanah Melayu. Tulisan ini saya dedikasikan kepada diri saya sendiri dan saudara-saudara perempuan Indonesia yang saat ini masih kuat berjuang dalam kungkungan budaya patriarki yang menyesakkan.Tetap semangat dan jangan menyerah dalam melawan ketidakadilan yang ada, karena kita PEREMPUAN !
Salam Anak Riau,